Selasa, 26 April 2011

KAPAN BIMBINGAN DIBUTUHKAN???

Dilema yang sering dialami oleh anak kelas tiga SMA atau sederajat adalah menentukan masa depannya.  Banyak anak SMA yang masih binggung mau kemana dia setelah tamat SMA. Ada anak yang orang tuanya kebetulan cukup secara ekonomi atau kemauan yang kuat dari anaknya untuk kuliah, maka dia tidak ragu untuk mengambil kuliah. Tapi,Ada jug anak yang secara ekonomi atau kemauan memang kurang berminat untuk kuliah maka akan langsung menentukan untuk bekerja. ehhhmmmm kalo saya sih pilih kuliah aja dulu hehehehe…
Ini merupakan pilihan yang sulit,kuliah atau kerja? Emang sih kata orang nanti ujung-ujungnya cari duit juga alias kerja. Tapi zaman sekarang mau kerja apa hanya bermodalkan ijazah SMA doank. Disaat-saat seperti ini dibutuhkan bimbingan agar kita bisa bisa menentukan suatu keputusan yang terbaik bagi hidup kita kedepan.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat keputusan yang bijaksana dan dalam penyesuaian diri,serta dalam memecahkan masalah kehidupan. Bimbingan bertujan agar penerima bantuan dapat berkembang mandiri dan lebih mampu bertanggungjawab bagi dirinya sendiri.
Jadi kapan bimbingan ini dibutuhkan? Bimbingan dibutuhkan pada saat keputusan untuk menentukan pilihan harus dilaksanakan. Bimbingan merupakan bantuan untuk membuat suatu keputusan yang bijaksana. Bahkan,bimbingan membantu individu untuk memahami dan menerima situasi tanpa pilihan. Bimbingan juga diperlukan pada saat orang tidak sadar bahwa ia punya pilihan lain. Dalam hal lain,pada saat dalam keadaan yang tidak optimal untuk membuat keputusan misalnya sedang depresi,bingung,dll yang memJbuat keputusannya kurang bijak.
Namun demikian,tidak berarti bimbingan hanya berarti pada masa-massa krisis,tetapi pelayanan disediakan bagi setiap anak normal yang mengatasi perkembangan masalah normal. 

SUMBER:
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok : LPSP3 Fakultas Psikologi UI

APA BEDA PSIKOLOG PENDIDIKAN DAN PSIKOLOG SEKOLAH?

Sebelumnya saya akan bahas apa apa itu psikologi pendidikan dan psikologi sekolah
Psikologi Pendidikan adalah alah satu cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan dimana ada dasar-dasar belajar , berpikir dan aspek-aspek lain yang diterapkan untuk meningkatkan pendidikan
Psikologi Sekolah adalah salah satu cabang ilmu psikologi pendidikan yang membahas segala aspek di lingkungan sekolah untuk menciptakan situasi yang mendukung bagi murid.
Beda Psikolog pendidikan dengan Psikolog sekolah adalah psikolog sekolah umumnya kerja di sekolah,universitas,sebagai praktisi,dan peneliti,bertugas membimbing individual maupun kelompok,konseling orangtua,staf maupun murid,dan mengkordinasi semua sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk membantu tugas kelancaran dan bimbingan dan membantu perkembangan anak didik.. Sedangkan Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak,membantu menyelesaikan permasalahan-permasalah internalyang dapat menghambat proses belajar dan pencapai prestasi siswa,menjadi partner bagi guru BK yang notabene dituntut lebih aktif tampil di depan kelas untuk membimbing siswa dalam proses pengembangan diri dan karir.

sumber :
http://www.nasponline.org/about_sp/careerfaq.aspx
http://www.pemkomedan.go.id/serba_detail.php?id=35
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok : LPSP3 Fakultas Psikologi UI

Rabu, 13 April 2011

individualized Education Plan(IED)


Individualized Education Plan(IEP) adalah sebuah program rancangan pendidikan yang disusun untuk anak yang menderita ketidakmampuan yang disesuaikan dengan diri si anak.
Contohnya,seorang anak yang menderita gangguan emosional  di sekolahkan di sekolah regular. Anak yang dianggap memiliki ketidakmampuan ini dievaluasi untuk menentukan eligibilitas mereka memperoleh layanan sesuai ketentuan IDEA(Individual with Disabilities Education Act) . Sekolah tidak boleh asal menentukan rancangan pendidikan bagi si anak tanpa evaluasi terlebih dahulu. jika evaluasi tersebut ternyata menunjukkan anak menderita ketidakmampuan dan membutuhkan pendidikan khusus ,sekolah harus menyediakan layanan yang tepat bagi si anak(Individualized Education Plan). Dalam hal ini IEP yang disusun secara umum harus:
·        Sesuai dengan kemampuan belajar anak;
·        Disusun khusus untuk memenuhi kebutuhan individu anak,tidak sekedar menyalin apa-apa yang sudah diberikan kepada anak lain;dan
·        Didesain untuk memberikan manfaat pebdidikan.
Anak yang mempunyai ketidakmampuan harus dididik dalam lingkungan dengan restriksi minimal yang berarti sebuah setting yang semirip mungkin dengan setting tempat mendidik anak yang tidak menderita ketidakmampuan. Pendidikan anak dengan ketidakmampuan dikelas regular dinamakan mainstreaming atau sekarang disebut inklusi yaitu mendidik anak dengan pendidikan special di kelas regular.
Dampak positif bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus berada dalam satu kelas dengan anak berkebutuhan khusus adalah:
*     Anak akan tumbuh menjadi lebih dewasa dibandingkan dengan anak yang berkebutuhan khusus;
*     Anak akan menjadi lebih optimis dalam belajar karena mereka beranggapan “anak yang berkebutuhan khusus aja bisa kenapa aku tidak”;
*     Anak akan lebih mensyukuri hidup yang ia miliki.

Rabu, 06 April 2011

FENOMENA PENDIDIKAN DI INDONESIA

FEBRI INKA MANDASARI 10-020
AHMAD FAUJI TARIGAN 10-060
DEA LOVALIA HASIBUAN 10-074


Banyak yang terjadi fenomena-fenomena disekolah-sekolah. Katanya sekolah itu merupakan lebaga pendidikan untuk membuat anak menjadi lebih pintar. Membuat anak menjadi lebih bisa berkreasi, menjadi lebih banyak memiliki ilmu pengetahuan. Dan sekolah ternyata bukan lembaga pendidikan yang membebaskan anak untuk berkreasi dan mengekspresikan perasaannya. Sekolah dibangun dengan setumpuk aturan yang membebani siswa. Almarhum YB Mangunwijaya menyebutnya sebagai Pendidikan “Pak Turut”, karena lembaga ini hanya berambisi menjadikan anak sebagai penurut, bukan menjadikan anak sebagai pribadi yang merdeka. Ivan Illich melihat sekolah bukanlah panacea atau obat mujarab bagi problem masyarakat, ia justru telah menjadi komoditas kapitalisme yang licik. 

Bagi Reimer sekolah telah membunuh nilai-nilai peradaban yang telah dimiliki anak dari rumah, karenanya sekolah tidak memiliki sumbangan apapun. Lagipula ilmu pengetahuan tidak dilahirkan sekolah, tetapi oleh laboratorium industri dan lembaga-lembaga penelitian. Paulo Freire mengkritik sekolah telah menjadi agen penindasan dari rezim yang korup dan keberadaannya hanya untuk melanggengkan kebudayaan bisu (silent culture). Pikiran-pikiran para ahli ini telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sekolah.

Sekolah sekarang tidak lagi menjadi lembaga pendidikan yang aman. Banyak sekali kasus-kasus kekerasan yang berlangsung di sekolah, dengan korban anak didik, baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswa maupun kekerasan siswa terhadap Siswa lainnya dan sekolah tidak mampu melindunginya. Ada guru yang memukul siswa hanya karena tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah), ada siswa-siswa yang setiap hari “dikompas” oleh gang siswa lainnya dengan menyetor sebagian uang sakunya, ada tawuran antar sekolah yang dendam kesumatnya merupakan warisan para seniornya. 
Sekolah prosesnya birokratis, tetapi isinya tidak kontekstual dengan kebutuhan masyarakat. Banyak pengetahuan lapuk yang tetap menjadi menu wajib di sekolah. Materi pelajaran banyak yang tidak match dengan kebutuhan. Tak pelak bila kehadiran sekolah justru menjadi penyumbang terbesar bagi lahirnya pengangguran.

Pendidikan sekolah semakin lama semakin mahal. Walaupun pemerintah telah memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tetapi nyatanya orang tua tetap terbebani banyak biaya. Dari uang pendaftaran, pakaian seragam, ekstra kurikuler, karya wisata, dan berbagai kegiatan lainnya. Beban orang tua juga menjadi beban anak keluarga miskin yang diam-diam menimbulkan depresi jiwa. Sering kita baca di surat kabar, siswa sekolah berusaha bunuh diri karena malu tidak mampu membayar uang sekolah.

Dan dengan banyak orang tua yang membiarkan anak-anak mereka untuk masuk dalam homeschooling. Homeschooling atau “sekolah rumah”, yaitu layanan pendidikan oleh orang tua yang berlangsung di rumah/keluarga. Ia tidak terikat oleh lembaga pendidikan konvensional seperti sekolah atau pendidikan nonformal lainnya. Bertindak sebagai guru adalah orang tua langsung, atau guru private atau tutor, tetapi kurikulum mengacu pada kurikulum pemerintah.bisa dilaksanakan dengan biaya seminimal mungkin.

Dengan demikian, sekolah rumah tidak hanya cocok bagi kalangan ekonomi kuat dengan kemampuannya mendatangkan guru les ke rumah, tetapi juga bagi golongan keluarga miskin karena alasan biaya.

Menurut kelompok kami fenomena pendidikan yang terjadi di Indonesia sangat berhubungan dengan system pendidikan disekolah, pendidikan yang diberikan keluarga, dan tingkah laku siswa pada saat disekolah maupun dirumah. Dalam system pendidikan yang terjadi disekolah yang kebanyakan seperti kasus diatas, bukannya menjadikan anak sebagai anak yang pintar, anak yang berkreasi dan anak yang berpengetahuan yang baik, malahan menjadikan anak yang yang susah untuk berkreasi dan menjadikan mereka jadi siswa yang penurut, karena mereka diberikan aturan dankegiatan yang sudah ditentukan oleh sekolah dan guru-gurunya.

Dan dalam keluarga anak juga mendapat pendidikan yang penting, karena orang tua tidak hanya mengharapkan dari sekolah saja. Mereka juga harus memberikan pendidikan yang bagus untuk anak mereka. Mungkin dengan homeschooling mereka lebih bisa membuat anak mereka lebih baik lagi. Dan memang homeschooling juga ada yang tidak baiknya juga, mungkin anak-anak mereka akan jauh dengan lingkungan sosialnya.Dan untuk perilaku siswanya, mereka mungkin dipengaruhi dari sekolah dan keluarganya. Dan juga dengan lingkungan yang disekitarnya.

sumber:
http://hadisupeno.com/pendidikan/57-fenomena-pendidikan-homeschooling.html