Senin, 29 Oktober 2012

Tugas UTS



Strategi Pembelajaran berdasarkan Teori Motivasi
Model motivasi dan teori motivasi berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan siswa dalam aktivitas yang berkaitan dengan prestasi. Pendekatan utama untuk analisi motivasi memiliki tiga asumsi :
1.      Motivasi seseorang berkembang melalui interaksi kompleks dari faktor lingkungan dengan faktor di dalam diri anak.
2.      Pemelajar adalah pemroses informasi yang aktif.
3.      Motif, kebutuhan, atau tujuan pemelajar merupakan informasi eksplisit.

Komponen Nilai Tugas dalam Model Ekspektasi Nilai
Komponen
Definisi
Nilai Pencapaian
Arti penting melakukan yang terbaik dalam bidang studi atau pelajaran tertentu
Nilai Instrinsik
Kesenangan siswa dalam melakukan tugas dengan baik atau minat subjektif siswa
Nilai Kemanfaatan
Kegunaan pelajaran atau bidang studi bagi anak
Biaya
Sejauh mana pemilihan untuk terlibat dalam suatu aktivitas, seperti mengerjakan tugas sekolah, membatasi kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas lain












Strategi Pembelajaran Berdasarkan Teori Motivasi

Tujuan: Meningkatkan motivasi belajar mahasiswa di kelas psikologi belajar dan di kelas mata kuliah lainnya

1.      Strategi Pertama : Strategi Semangat Selalu
-          Setiap mahasiswa dibagikan kedalam sebuah kelompok yang terdiri dari 5-6 orang.
-       Setiap kelompok memberikan nama kelompoknya boleh dengan nama idola atau sosok yang mereka kagumi.
-    Setiap kelompok juga menyiapkan yel-yel yang akan ditampilkan nanti. Nama kelompok dan yel-yel ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dan menghidupkan suasana agar mahasiswa tertarik dan semangat untuk mengikuti kegiatan belajar.
-          Dosen memberikan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
-   Setiap kelompok yang ingin menjawab, meneriakkan nama kelompoknya. Dengan meneriakkan nama kelompok, diharapkan agar kelompok itu dan kelompok lainnya semakin semangat dan termotivasi untuk menjawab pertanyaan.
-        Diakhir kegiatan, diberikan games agar mahasiswa tidak bosan dan kembali semangat.
-       Memberikan hadiah dan pujian untuk kelompok yang berhasil menjawab pertanyaan paling banyak dan juga kelompok yang memenangkan games dan yel-yel terbaik.

2.      Strategi Kedua : Hobiku, Belajarku
Salah satu komponen nilai tugas dalam model ekspektasi nilai adalah nilai instrinsik, yaitu kesenangan mahasiswa dalam melakukan tugas dengan baik atau minat subjektif siswa. Disini, strategi pembelajaran yang dilakukan berfokus pada mendesain tugas yang memunculkan minat mahasiswa.
Strategi :
Mahasiswa diberi kebebasan untuk berkreativitas dan menentukan bagaimana tugas itu akan dibuat sesuai dengan minat mereka masing-masing. Namun, hal ini harus tetap berkenaan dengan konsep yang dipelajari. Misalnya pada minggu ini mahasiswa mempelajari teori belajar Skinner. Maka mahasiswa diberikan kebebasan untuk membuat tugasnya sesuai hobi masing-masing namun tetap berkaitan dengan teori Skinner. Bagi mahasiswa yang hobi menonton film, dapat mencari kaitan teori Skinner melalui film, begitu juga yang suka membaca novel atau komik.

 3.      Strategi ketiga : Underline the Important Part
Sebelum memulai pelajaran, pengajar dan mahasiswa membuat sebuah kesepakatan dalam proses pengajaran. Ketika membahas topik-topik yang akan dibahas, pengajar memberitahukannya di awal mengenai topik atau bagian-bagian tertentu yang penting untuk dikuasai dan menegaskannya bahwa topik itu akan diujikan dalam sebuah ujian dan menjanjikan sebuah nilai yang sangat bagus jika mahasiswa tersebut berhasil dalam ujiannya. Melalui strategi ini, motivasi mahsiswa dalam belajar akan meningkat dalam menguasai pelajaran sehingga ia akan belajar serius mengenai topik-topik yang akan diujikan pada saat ujian dikarenakan ada sesuatu yang akan ia dapatkan yaitu sebuah nilai yang berkaitan dengan prestasinya sehingga mahasiswa tersebut akan berusaha dan melakukan apapun yang terbaik baginya.

Rabu, 10 Oktober 2012

Aplikasi Teori Skinner dalam Pembelajaran


Belajar bukan melakukan,tetapi belajar adalah mengubah apa yang kita lakukan. Kondisi perkuliahan hari ini berbeda dari kuliah sebelumnya. Kami diberikan tiga buah kertas dengan berbagai ukurun dan tekstur yang berbeda-beda. Setiap mahasiswa diberikan kesempatan untuk menciptakan produk berkaitan dengan tiga kertas tersebut. Sebelum mempersilahkan mahasiswa untuk bereksplorasi,pengajar mengatakan bahwa tiga produk yang terbaik akan mendapatkan penghargaan. Waktu yang diberikan pengajar dalam membuat produk hanya 30 menit. Dalam waktu 30 menit tersebut saya mampu membuat burung bangau,wajah anjing bulldog,perahu kertas. Seperti terlihat pada gambar berikut ini

Menurut saya,stimulus yang dimaksudkan untuk memunculkan perilaku sesuai dengan teori belajar  yang dikemukakan oleh Skinner bukan terletak pada kertas-kertas yang diberikan, kertas-kertas yang diberikan hanya menjadi stimulus untuk menciptakan sebuah produk, melainkan pada instruksi akan memberikan hadiah kepada mahasiswa yang menghasilkan produk yang terbaik. 
Thorndike telah mengidentifikasi tiga komponen penting dari perubahan perilaku,yakni : kesempatan dimana perilaku terjadi;perilaku itu sendiri; dan konsekuensi dari perilaku itu sendiri (Skinner,1953;1968b,h.4). Dalam hal ini,pemberian penguatan sangat memungkinkan untuk mengubah perilaku karena diberikan dalam konteks pendidikan, perilaku itu merupakan hal yang menyenangkan dan konsekuensinya akan mendapatkan hadiah.
 Menjanjikan akan memberikan hadiah apabila perilaku yang diinginkan muncul adalah sebuah reinforcement (penguatan).  Penguat akan menjadi lebih efektif apabila terjadi seketika bersamaan dengan perilaku itu sendiri. Penguat bersifat menyatu pada pelaksanan perilaku tertentu. Setelah mengevaluasi hasil kerja mahasiswa, pengajar langsung memberikan hadia (penguat) kepada mahasiswa yang terbaik. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga supaya frekuensi respon menetap. Jika penguat terlambat diberikan,maka perilaku yang kita inginkan lambat laun akan menghilang (extinction).

Selasa, 09 Oktober 2012

Menjadi Juara Karena Hadiah Dari Ibuku


Ketika masih sekolah dulu,hal yang paling saya senangi adalah ketika ibu berkata di setiap awal semester,”kalau poji dapat 2 besar,poji boleh minta apa saja.”
Anak mana yang tidak semangat dalam belajarnya ketika ada sesuatu yang akan dia dapatkan jika ia mampu memenuhi keinginan orang lain. Hal ini lah yang saya lakukan selama 6 tahun ketika masih duduk di sekolah dasar (SD). Ketika SD,saya selalu memiliki barang baru,terutama di awal semester dan itu semua adalah hadiah dari ibu karena mampu memenuhi permintaannya.
Ada tiga komponen penting dari perubahan perilaku:
1.      Kesempatan dimana perilaku terjadi
2.      Perilaku itu sendiri
3.      Konsekuensi dari perilaku
Respon yang sering diberikan pada lingkungan untuk menghasilkan konsekuensi yang berbeda dan konsekuensi tertentu menimbulkan pengulangan respon.
perilaku yang dilakukan ibu saya dalam memberikan penguatan secara berkala untuk memunculkan perilaku yang diinginkan dalam teori Operant Conditioning Skinner disebut reward. Reward atau penguatan adalah konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku untuk meningkatkan frekuensi respon.
Menurut Skinner, agar efektif dalam mengubah perilaku, penguatan harus terjadi secara seketika bersamaan dengan perilaku. Penguatan yang diberikan secara tidak konsisten akan melemahkan frekuensi respon yang bisa berakhir pada extinction. Ada dua jenis waktu pemberian penguatan. Pertama, penguatan diberikan secara tepat sesuai dengan jumlah respon yang dimunculkan oleh subjek disebut penguatan rasio. Contohnya,jika saya memiliki nilai diatas 80 minimal sebanyak 3 kali maka saya akan diberikan reward.  Kedua, ditntukan berdasarkan interval yang telah ditentukan disebut penguatan interval. Contohnya, saya juara kelas setiap semester akan diberikan reward.
Jadwal pemberian reward yang dilakukan ibu saya adalah penguatan inteval. Artinya, ibu saya konsisten memberikan reward dalam interval 1 semester. Jadi,ketika saya mampu memenuhi keinginan ibu saya,mendapat juara kelas,ibu saya langsung memberikan reward tanpa penundaan waktu. 

Minggu, 07 Oktober 2012

Analisis Film Kinky Boots


Sinopsis Film “ Kinky Boots”
Charlie Price, setelah ditinggal ayahnya meninggal baru menyadari bahwa pabriknya dalam keadaan sekarat. Kemudian muncul Lauren sang pemberi semangat, salah satu karyawannya yang akan dipecat, hingga memicu Charlie untuk berpikir keras menyelamatkan Prince&Son yang sudah lama berdiri sejak akhir abad 19. Akhirnya Charlie bertemu dengan seorang waria yang bernama Lola alias Simon. Charlie akhirnya mempunyai ide untuk membuat sepatu khusus untuk para waria dengan Lola sebagai perancangnya. Charlie pun jatuh bangun dalam usaha membangkitkan perusahaannya.
Film ini memberi inspirasi bagi semuaorang untuk tidak menyerah darikeadaan yang sangat sulit, karena seperti pepatah, ada banyak jalan menuju roma, tinggal bagaimana kita berusaha.

Pembahasan:
Film ini dapat dikaitkan dengan teori Gestalt dimana salah satu asumsi dasar perspektif gestalt mengatakan bahwa organisme merespon keseluruhan sensoris yang tersegregasi atau gestalten ketimbang pada stimuli spesifik atau kejadian yang terpisah atau independen. Dalam kaitannya dengan kasus yang terjadi pada Charli dalam film Kinky Boots, Charlie mengalami kejadian-kejadian yang membuat dia down, mulai dari ayahnya meninggal perusahaannya terancam bangkrut, dan pegawainya terpaksa di PHK. Disini Charlie memandang kejadian-kejadian ini dalam satu kesatuan dimana ia menjadi sedih dan putus asa. Selain itu asumsi keempat Gestalt mengatakan bahwa organisasi atau susunan dari stimuli di lingkungan itu sendiri adalah suatu proses, dan proses ini memengaruhi persepsi individu.  Dimana dalam film ini salah satu pegawai yang akan di PHK oleh Charlie, Lauren sang pemberi semangat mengatakan "ini semua salahku, apa yang harus aku lakukan?” Kata-kata ini memicu Charlie untuk bangkit kembali lalu mengubah persepsinya dan berpikir keras untuk menyelamatkan perusahaan dan karyawannya.
            Pendekatan lain yang kami gunakan adalah Teori Thorndike, yaitu tiga hukum belajar. Pertama, hukum efek (law of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang dialami individu akan memengaruhi individu bertindak. Dalam hal Lola sempat menolak desain yang dibuat oleh Charlie, hal inilah yang membuat Charlie tidak pantang menyerah dan terus mencoba. Yang kedua, hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa pengulangan dari pengalaman akan meningkatkan respon yang benar. Kegagalan, penolakan, dan jatuh bangun Charlie dalam membangun kembali perusahaannya, membuat Charlie menjadi orang yang lebih tegar dan mampu menganalisis kesalahan dimasa lampau sehingga dapat membuat sepatu yang akhirnya diminati dan laku di pasaran.
Yang ketiga, hukum kesiapan (law of readiness), dimana pelaksanaan tindakan dalam, merespons impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam kondisi lain adalah menjengkelkan. Dalam film ini, Charlie akan merespon kondisi dimana Lola menolak untuk bekerja dan mendesain sepatunya dengan perasaan kesal dan menjengkelkan. Namun, Lola akhirmya bersedia untuk mendesain dan bekerja di perusahaan Charlie, sehingga kondisi ini direspon memuaskan dan senang.
            Kesimpulannya, film ini dapat dijelaskan dengan teori-teori belajar, dimana lingkungan dan penglaman dapat membuat respons baru dan juga dapat menguatkan respons yang sudah ada.

Daftar Pustaka:
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1.
              Jakarta: Prenada Group.

Selasa, 02 Oktober 2012

Teori-Teori Belajar Awal

(10-005) Cut Rafyqa F
(10-010) Rosa Mentari P
(10-060) Ahmad Fauji

PENGKONDISIAN KLASIK DAN KONEKSIONISME
Argumen Dasar Behaviorisme
John Watson berpendapat bahwa semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui respons, dan respons-respons tertentu biasanya disebabkan oleh peristiwa (stimuli) tertentu. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respons yang ditimbulkan lewat stimulus, dan sebaliknya. Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar, yaitu :
1.      Yang menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian
2.      Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respons spesifik). Contoh reaksi behavioral yang diteliti oleh periset awal antara lain gerak refleks, reaksi emosional yang dapat dilihat, dna respons motor (gerak) dan verbal
3.      Proses belajar adalah perubahan behavioral. Suatu respons khusus terasosiasikan dengan kejadian dari suatu stimulus khusus, dan terjadi dalam kehadiran stimulus tersebut
Pavlov dan Pengkondisian Klasik
Pavlov adalah seorang ilmuwan yang secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengontrol perilaku sederhana saat meneliti refleks keluarnya air liur anjing. Dia sendiri, sedemikian menurut kisahnya, menemukan bahwa reaksi tidak sengaja, keluarnya air liur, dapat dilatih untuk merespons suara yang tidak berhubungan dengan makanan.
            Dalam relasi alamiah, stimulus dan reaksi otomatisnya disebut sebagai unconditioned stimulus (UCS) atau stimulus yang tidak dikondisikan, dan unconditioned response (UCR) atau respon yang tidak dikondisikan. Dalam relasi yang baru, yang terbentuk sebagai hasil dari training, stimulus baru disebut conditioned stimulus (CS). Reaksi yang terlatih merespons stimulus baru disebut conditioned response (CR). Berikut prosesnya :
Makanan (UCS) menghasilkan Saliva/keluarnya air liur (UCR)
Suara garpu tidak menghasilkan saliva (tidak keluar air liur)
Makanan (UCS) + suara garpu (CS) menghasilkan Saliva (UCR)
Suara garpu (CS) menghasilkan Saliva (CR)
Teori Emosi
Watson mngidentifikasi tiga reaksi emosional bayi yang bersifat maluriah. Artinya, reaksi itu terjadi secara alami, yaitu cinta, marah, dan takut (Watson, 1928; Watson & Morgan, 1917).
Eksperimen Pengkondisian terhadap Albert
John Watson mengidentifikasi ada tiga reaksi emosional alamiah pada bayi yaitu cinta, takut, dan marah. menurutnya, emosi individu melibatkan pengkondisian dari tiga reaksi emosi tersebut. Watson melakukan eksperimen terhadap Albert, 11 bulan untuk mengkondisikan rasa takutnya terhadap objek yang berbulu halus.
Reaksi positif dan negatif dapat dikondisikan terhadap berbagai objek atau kejadian. Reaksi parental terhadap suatu objek juga dapat mempengaruhi reaksi emosi anak terhadap objek tersebut (suka atau takut). Reaksi emosional juga dapat terjadi dengan satu kali pemasangan stimuli saja. Misalnya ketika seseorang hendak kecelakaan di simpang tiga jalan, sehingga detak jantungnya menjadi cepat, keringat dingin, dan ketika dia melewati simpang tersebut di lain waktu, dia juga mengalami reaksi psikologis yang sama kembali. Di dalam kelas munculkan suatu yang dapat menimbulkan reaksi positif terhadap suatu tindakan. Misalnya,menempatkan karpet di sudut kelas agar dapat tercipta tempat membaca yang nyaman sehingga menimbulkan reaksi positif terhadap kegiatan membaca tersebut. Guru harus bisa dan pintar untuk menyiapkan strategi-strategi khusus agar anak terhindar dari reaksi negative yang ditimbulkan karena suatu kegiatan. Sehingga tidak ada transfer reaksi emosional yang negative dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya di kelas. 
Pengkondisian Klasik di Ruang Kelas
Salah satu strategi adalah menggunakan relasi yang sudah ada yang menimbulkan reaksi positif. Misalnya, membaca adalah aktivitas penting dalam proses belajar guna memahami sastra. Menempatkan karpet di satu sudut ruangan menimbulkan reaksi positif dalam pengalaman membaca.
Strategi semacam itu terutama penting dalam situasi dimana latar atau aktivitas khusus diperkirakan akan menimbulkan reaksi negatif. Misalnya, bagi beberapa anak, situasi yang asing akan menyebabkan reaksi cemas. Memperkenalkan aktivitas yang sulit, seperti pelajaran matematika, di hari pertama sekolah mungkin akan menimbulkan asosiasi reaksi cemas terhadap matematika. Strategi positif yang tampak di beberapa kelas sekolah dasar diantaranya adalah menyambut anak dengn hangat saat mereka datang dan mengawali pelajaran dengan aktivitas menggambar atau mewarnai. Selain itu, tidak ada aktivitas sulit yang diperkenalkan selama minggu pertama saat anak-anak sedang membiasakan diri dengan aktivitas di ruang kelas. Guru mengurangi potensi kecemasan dengan memasangkan latar yang tidak terbiasa dengan aktivitas yang menyenangkan.

Kooneksionisme Edward Thorndike
Teori thorndike biasa dirujuk sebagai teori behavioris namun berbeda dengan pengkondisian klisik. Pertama, Thorndike berfokus pada proses mental dan kedua pada perilaku mandiri.
Thorndike memilih bereksperimen dengan kondisi terkontrol. Dalam penelitiannya,hewan dikurung di dalam kandang dengan meletakkan makanan di luar. Tugas hewan adalah membuka sangkar dan mengambil makanan. Eksperimen ini disebut pengkondisian instrumental untuk merefleksikannya dengan pengkondisian klasik dan dikenal sebagai teori moneksionisme karena hewan membangun koneksi antara stimuli dengan perilaku mandiri.
Thorndike mengidentifikasikan tiga hukum belajar
1.Hukum efek : suatu keadaan yang memuaskan setelah respon akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat,dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut.
2.Hukum latihan : pengulangan dari pengalaman akan meningkatkan peluang respon respon yang benar.
3.Hukum kesiapan : kondisi yang mengatur keadaan disebut sebagai ‘’memuaskan” atau “menjengkelkan”
Psikologi Gestalt
Gestalt berfokus pada persepsi dalam belajar. Individu merespon keseluruhan ketimbang sebagian, individu akan membangun persepsi ketimbang hanya menerima informasi secara pasif.
Asumsi daar teori Gestalt
1.Perilaku molar adalah perilaku yang harus dipelajari
2.Individu memahami aspek dari lingkungan sebagai stimuli
3.Lingkungan geografis berbeda dengan behavioris yang merupakan cara sesuatu meuncul.
4.Organisasi lingkungan sensoris adalah interaksi dinamis dari kekuatan-kekuatan di dalam struktur yang mempengaruhi persepsi individu.

Hukum Gestalt dasar
1.      Hukum Pragnanz
Hukum ini menunjukkan pengorganisasian psikologis terhadap sekelompok stimuli. Dalam setiap rangkaian stimulus,individu akan mempersepsikan stimulus yang paling komperhensif, stabil, dan bebas dari sebab-akibat.
2.      Hukum terkait
Hukum organisasi perseptual memdeskripsikan empat karakteristik utama dari bidang visual yang mempengaruhi persepsi. Karakteristik itu adalah kedekatan dari setiap elemen, ciri yang sama, tendensi elemen, dan kontribusi elemen
Belajar Berubah-Ubah dan Bermakna
            Dalam mengaplikasikan konsep struktur dan keseluruhan ke dalam analisis belajar, Wertheimer membedakan antara metode belajar “tanpa makna” dan belajar “bermakna” di kelas (Katona 1967). Wertheimer (1945/1959) mengamati bahwa setelah anak mempelajari pendekatan pemecahan masalah tertentu, seperti menentukan luas jaringan jenjang, mereka sering kali tidak mampu melihat pendekatan lain untuk tugas serupa. Mereka biasanya berkata “Kami belum tahu.”
            Implikasi dari contoh ini adalah bahwa penyediaan informasi yang membantu siswa untuk mereorganisasi sudut pandang masalah harus menjadi bagian integral dari pengajaran pemecahan masalah.
Faktor-faktor Spesifik dalam Pemecahan Masalah
            Teoritisi Gestalt lainnya mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam pemecahan masalah. Konsep yang relevan untuk saat ini adalah latihan mentransfer, pendekatan masalah dan kelakuan fungsional, dan belenggu masalah.
Latihan Menstransfer. Riset Katona menindikasikan bahwa metode yang disebut  sebagai “penemuan dengan panduan” adalah metode yang paling efektif. Dia mengilutrasikan  enam transisi dalam konfigurasi korek api dengan hanya memindahkan beberapa barang korek. Misalnya dengan memindahkan tiga batang dapat menciptakan “lubang” di tengah konfigurasi. Metode ini memberikan petunjuk untuk memecahkan problem lain dengan mengilutrasikan prinsip struktual bahwa satu batang korek mungkin berfungsi sebagai satu sisi dalam dua segi empat secara bersamaan.
Pendekatan Masalah dan Kekakuan Fungsional. Analisis Duncker terhadap pemecahan masalah yang sukses mengindikasikan ada tiga langkah umum, yaitu: (a) memahami konflik atau masalah; (b) mengembangkan identifikasi secara jelas dan atas kesulitan dasar, dan (c) mengembangkan solusi masalah untuk mengatasi kesulitan dasar.
Belenggu Masalah. Konsep yang terkait adalah belenggu masalah atau Einstellung. Konsep ini di identifikasi oleh Abraham Luchins (1942), yang diartikan sebagai kelakuan dalam pemecahan masalah karena individu menganggap serangkaian masalah mesti dipecahkan dengan cara yang sama.
PERBANDINGAN ANTARA BEHAVIORISME DAN TEORI GESTALT
Aplikasi ke Pendidikan
            Psikologi Behaviorisme dan Gestalt mendasarkan risetnya pada asumsi yang berbeda mengenai sifat dan belajar dan fokus pada studinya. Behaviorisme mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidentifikasikan stimuli dan respons spesifik sebagai fokus set. Sebaliknya, psikologi Gestalt berpendapat bahwa seseorang merespons stimuli yang terorganisasi dan persepsi perorangan adalah faktor penting untuk memcahkan masalah.